Sejarah Dan Asal Mula Peringatan Hari Perempuan Internasional

0
478

Jakarta, Malanesianews, – Hari ini Senin 8 Maret 2021 diperingati sebagai Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) yang dirayakan seluruh duni. Hari ini jadi kesempatan bagi para perempuan berkumpul merayakan pencapaian, mulai dari aspek politik hingga sosial, dengan misi utama untuk menyerukan kesetaraan gender.

Tanpa ada afiliasi dengan kelompok politik tertentu, aksi tersebut berangkat dari kesadaran murni para perempuan yang kemudian mampu menyatukan perempuan dari seluruh jenis profesi, lalu dikemas dalam  aksi unjuk rasa, penampilan karya seni, orasi, dan pawai.

Asal Muasal

Penetapan tanggal perayaan tersebut bermula pada 1908, ketika 15.000 perempuan melakukan aksi demo di New York, AS, menyuarakan hak mereka tentang peningkatan standar upah dan pemangkasan jam kerja.

Setahun kemudian, tepatnya 28 Februari 1909, terjadi peristiwa deklarasi oleh Partai Sosialis Amerika yang kemudian ditetapkan sebagai Hari Nasional Pertama di Amerika Serikat.

Pada 1910, Pemimpin ‘Kantor Perempuan’ Clara Zetkin mengajukan sebuah gagasan untuk menetapkan Hari Perempuan Internasional yang menyarankan setiap negara merayakan satu hari dalam setahun untuk mendukung aksi tuntutan perempuan.

Gayung bersambut, gagasan itu diamini Konferensi perempuan dari 17 negara yang beranggotakan total 100 perempuan. Sehingga disepakati 19 Maret 1911 sebagai perayaan pertama Hari Perempuan Internasional di Austria, Jerman, Denmark dan Swiss.

Dikutip dari CNN, pergerakan perempuan di Rusia menggelar aksi damai menentang Perang Dunia I pada 8 Maret 1913. Setahun kemudian, perempuan di seantero Eropa menggelar aksi yang sama di tanggal yang sama.

Di era Perang Dunia II, 8 Maret pun digunakan negara-negara dari semua benua sebagai penanda momentum advokasi kesetaraan gender.

Tanggal 8 Maret kemudian diakui keberadaannya oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 1975. Pada 2011, mantan Presiden AS Barack Obama menetapkan Maret sebagai ‘Bulan Sejarah Perempuan’.

Hari Perempuan Internasional pun semakin riuh diperingati di seluruh penjuru dunia.

Aksi tersebut merupakan representasi protes kesetaraan gender yang sampai saat ini masih timpang. Secara global, taraf pendidikan, kesehatan, posisi perempuan masih lebih rendah daripada laki-laki. Sementara, angka kekerasan seksual terhadap perempuan semakin bertambah.

Menurut Forum Ekonomi Dunia, perlu 100 tahun lagi untuk membuat kesenjangan antara perempuan dan laki-laki sirna. Ini dibuktikan oleh data di perusahaan Inggris yang menempatkan gaji karyawan perempuan tidak sampai setengah dari gaji laki-laki.

Kini aksi kesetaraan gender semakin vokal di beberapa negara, termasuk aksi menentang kekerasan seksual. Misalnya, gerakan #MeToo yang mendukung para perempuan korban pelecehan di industri film, musik, politik, dan seni.

Ada juga bentuk gerakan dukungan lain seperti aktris perempuan yang menyumbangkan uang dan mengenakan pakaian hitam pada upacara penghargaan untuk mendukung #TimesUp dan jurnalis BBC Carrie Gracie, yang secara terbuka mengundurkan diri sebagai editor China karena ketidaksetaraan gaji.

Tolak RUU Ketahanan Keluarga, Dukung RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

RUU Ketahanan Keluarga tiba-tiba masuk program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2020. Padahal, isinya menuai polemik, terutama di kalangan perempuan, akibat isinya yang diskriminatif dan mereduksi peran perempuan. Misalnya, Pasal 25 ayat (3) yang mengatur kewajiban istri (perempuan) dalam berumah tangga.

Dalam naskah RUU itu, istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya, menjaga keutuhan keluarga, dan wajib memperlakukan suami dan anak secara baik, memenuhi hak-hak suami dan anak sesuai norma agama, etika sosial, dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 25 ayat (2) pun mengatur peran suami sebagai kepala keluarga, memberikan keperluan rumah tangga sesuai kemampuan.

Ketentuan ini membuat ‘gerah’ perempuan, karena negara terlalu mengintervensi urusan privat rakyat dan menyeragamkan peran suami dan istri sekaligus membatasi peran perempuan dalam keluarga. Padahal kenyataannya banyak perempuan jadi tulang punggun keluarga.

Di sisi lain, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS) memiliki misi melindungi perempuan dari kekerasan seksual, termasuk dalam kehidupan rumah tangga.
Para perempuan yang ikut memperingati IWD pun membawa pamflet memprotes RUU Ketahanan Keluarga dan mendukung RUU P-KS.

Bagaimana Hari Perempuan Internasional dirayakan di seluruh dunia?

Negara di seluruh dunia merayakannya dengan berbagai cara. Sejumlah negara memilih memberi libur pada 8 Maret, seperti Afghanistan, Armenia, Azerbaijan, Belarus, Burkina Faso, Kamboja, Cina (hanya untuk wanita), Kuba, Georgia, Guinea-Bissau, Eritrea, Kazakhstan, Kirgistan.

Selain itu, Laos, Madagaskar (hanya untuk wanita), Moldova, Mongolia, Montenegro, Nepal (hanya untuk wanita), Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Uganda, Ukraina, Uzbekistan, Vietnam, dan Zambia.

Perihal cara merayakan, negara-negara lain merayakannya dengan cara yang mirip dengan Hari Ibu dengan para perempuan dan lelaki yang mempersembahkan bunga dan hadiah kepada ibu, istri, pacar, dan teman perempuan.

HITUNG MUNDUR PEMILU 2024