City Branding Kepulauan Kei ,I Gusti Devraj Farawowan : Sangat Perlu Untuk Menambah Kunjungan Wisatawan

0
533
I Gusti Devraj Farawowan Saat Study Tour pengembangan Pariwisata di Kualalumpur,Malaysia (2018)

Jogjakarta,Malanesianews, – Terkadang kita mendengar “City Branding”City branding ialah salah satu strategi dari pemasaran suatu kota untuk membuat positioning yang besar dan kuat di tingkat lokal maupun dunia. City branding adalah identitas dari kota yang berguna untuk memasarkan segala aktivitas dari kota tersebut terutama potensi wisata dan budayanya,Seperti halnya Kepulauan Kei di Provinsi Maluku.

Dalam city branding kental sebagai sebutan beberapa kota,seperti di Indonesia ada ” Kota Gudeg” sebagai sebutan Jogjakarta, Pulau Dewata sebagai sebutan untuk Bali,  “Paris van Java” sebagai sebutan Kota Bandung, “The Sunrise of Java” sebagai sebutan Kota Banyuwangi, “Shinning Batu” sebagai sebutan Kota Batu dan istilah-istilah City branding lainnya yang membuat positioning yang kuat dalam target pemasaran kota.

Apakah city branding dapat memberikan dampak terhadap citra pariwisata daerah? Secara jelas, city branding dibuat sesuai atau relevan dengan keadaan kota terkait untuk dikenal Lokal maupun Dunia. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Kavaratzis (2004: 66-69) yang menyatakan bahwa city branding dalam konteks pengaruhnya terhadap citra suatu kota adalah melalui tiga tahapan komunikasi yakni secara primer, sekunder dan tersier, Menurutnya, city branding tidak ada bedanya dengan merek barang dan jasa yang umum dipasarkan untuk menjadi identitas produk yang akan dikenal konsumennya.

Keterkaitan City Branding Dengan Citra Pariwisata Daerah

Secara langsung maupun tidak langsung, city branding memberikan pengaruh terhadap pengambilan keputusan wisatawan yang ingin berkunjung ke suatu obyek wisata daerah. Seperti yang disinggung sebelumnya bahwa city branding dibuat untuk tujuan memberikan identitas kota sesuai dengan keadaan kota tersebut. City branding dibuat untuk membedakan satu kota dengan kota yang lain. Misalnya untuk masyarakat yang ingin berwisata sejarah, mungkin salah satu yang terlintas dalam benak mereka adalah “Pulau Dewata” atau “Pulau Seribu Pura” yang menjadi city branding atau identitasnya Pulau Bali.  Dari contoh studi kasus sederhana tersebut, penerapan city branding dapat mempengaruhi keputusan wisatawan yang ingin mengunjungi obyek wisata mana yang cocok dengan tujuan mereka.

Khusus untuk Kepulaun Kei Provinsi Maluku dengan keanekaragaman budaya dan pariwisata yang patut untuk dibanggakan, nyatanya masih banyak  yang belum terekspos secara maksimal. Wisatawan mancanegara hingga saat ini masih mengenal Bali dan Lombok sebagai destinasi menarik yang patut dikunjungi saat ke Indonesia. Padahal di Indonesia masih punya sekian banyak destiniasi wisata misalkan Kepulauan Kei yang berkat keindahannya, Kei mendapatkan gelar dari Kementerian Pariwisata pada tahun 2016 lalu sebagai The Most Hidden Paradise. Misalkan di  Kabupaten Maluku Tenggara (Kepulauan Kei) terdiri dari 68 pulau, 55 pulau diantaranya berpotensi untuk wisata Bahari .

Perlukah Kepulauan Kei dibuat city branding? Jawabannya Iya. Mengingat tujuannya sebagai salah satu strategi branding promosi wisata daerah, tentunya city branding harus dibuat berdasarkan kenyataan di lapang. Misalnya sebutan Kota Yogyakarta sebagai “Kota Gudeg”, pada kenyataannya di kota ini memang menjadi salah satu tujuan kuliner gudeg sepanjang masa. City branding tidak bisa dibuat dan dikembangkan dengan mudah, terutama untuk city branding seperti di Kepualuan Kei dengan tujuan memasarkan wisata daerah. Perlu adanya kepercayaan yang besar dari masyarakat bahwa identitas yang dibuat melalui city branding tersebut memang sesuai dengan imajinasi mereka dan akan mengakar kuat di benak mereka.

Penulis adalah Mahasiswa Semester Akhir,Jurusan Hospitality Sekolah Tinggi Pariwisata AMPTA Jogjakarta

HITUNG MUNDUR PEMILU 2024