Jakarta, Malanesianews, – Dikutip dari Instagram @infobmkg, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa suhu maksimum yang terukur sejak 1-7 Mei 2022 berada di kisaran 33-36,1 derajat celsius. Beberapa wilayah seperti Tangerang, Banten dan Kalimarau, Kalimantan Utara, memiliki suhu maksimum mencapai 36,1 derajat celsius. Menurut BMKG, suhu panas terik yang terjadi di wilayah Indonesia bukan merupakan fenomena gelombang panas.
Peneliti Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andi Pangerang mengatakan bahwa terdapat tiga faktor yang menyebabkan suhu panas terjadi di wilayah Indonesia.
“Ada tiga faktor utama yang menyebabkan suhu panas terjadi sejak akhir April hingga diperkirakan nanti bulan Juni mendatang,” ujar Andi, Selasa (10/5/2022).
Faktor pertama adalah dari faktor astronomis letak matahari yang masih berada di atas wilayah Indonesia, meskipun sudah agak ke utara. Meskipun hari tanpa bayangan berakhir sejak 4 April lalu, intensitas radiasi mataharinya masih meningkat, sehingga radiasi yang diterima oleh permukaan bumi menjadi maksimum. Kedua karena faktor tutupan atau liputan awan yang masih terhitung sangat sedikit di wilayah udara Indonesia. Tutupan awan dapat berguna untuk menutupi permukaan bumi dari radiasi matahari secara langsung.
“Apalagi di masa pancaroba seperti ini dari musim penghujan ke musim kemarau itu jumlah awan yang terbentuk itu juga sedikit, sehingga tutupan awan juga sedikit, sehingga radiasi matahari yang diterima permukaan bumi itu juga akan lebih besar,” kata Andi.
Ketiga adalah faktor kondensasi atau pendinginan karena efek pendinginan yang sudah selesai di belahan bumi yang mengalami musim dingin. Terjadinya musim dingin di belahan dunia yang memiliki empat musim juga dapat mengurangi suhu panas di wilayah-wilayah tropis seperti Indonesia. Namun, saat ini pada bulan Mei, musim dingin telah berakhir, sehingga efek pendingin yang disebabkan oleh wilayah tersebut juga ikut berkurang.
“Hal ini karena terakhir ada beberapa negara di bulan April yang masih mengalami musim dingin seperti di Taiwan, Jerman, Kanada, Inggris itu bulan April masih musim dingin. Bulan April tapi suhunya masih negatif, begitu masuk bulan Mei suhunya sudah di atas 0 derajat celsius,” pungkas Andi.
Efek urban heat island Selain ketiga faktor tersebut, Andi juga menyebutkan, efek dari urban heat island atau pulau panas perkotaan yang turut andil sebagai penyumbang terjadinya kenaikan suhu di Indonesia.
“Pulau panas perkotaan ini disebabkan oleh jumlah tutupan pepohonan yang semakin berkurang, kemudian bertambahnya bangunan, terutama bangunan yang menggunakan semen atau cor,” tuturnya.
Perlu diketahui bahwa semen sulit untuk dingin namun lebih mudah menyerap panas, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu pemicu terjadinya suhu panas. Andi menjelaskan bahwa peningkatan suhu yang terjadi di Indonesia saat ini tergolong alami, walaupun juga ada peranan dari peningkatan emisi karbon dioksida (CO2) dari kendaraan dan industri. CO2 yang dilepas ke atmosfer dapat membuat terjadinya efek rumah kaca secara alami dan dipercepat. Akibat pantulan dari efek rumah kaca yang terjadi dapat meningkatkan suhu di sekitar wilayah khatulistiwa.
“Tapi dengan banyaknya banyaknya bangunan, kurangnya pohon, kemudian banyaknya kendaraan, kemudian banyaknya pabrik atau industri, nah efek rumah kaca ini semakin dirasakan, apalagi semakin ke utara matahari suhu di sekitar khatulistiwa juga cenderung semakin meningkat,” ujar Andi.
Andi mengatakan bahwa seluruh wilayah Indonesia terdampak pada peningkatan suhu yang sedang terjadi saat ini. Selain itu, Andi menyebutkan jika wilayah Indonesia bagian selatan akan memiliki dampak terparah akibat pemanasan suhu seperti di Nusa Tenggara Barat dan Timur.
“Iklimnya berwilayahkan sabana atau stepa di NTT NTB itu iklimnya cenderung kering dan memang laju penguapan airnya juga lebih minim dibandingkan tempat-tempat lainnya, sehingga wilayah selatan Indonesia khususnya wilayah NTT dan NTB ini akan berdampak lebih parah,” katanya.
Untuk Indonesia wilayah barat efek dari panas tersebut tidak separah di bagian selatan karena masih adanya hujan yang berasal dari sisa awan bibit badai yang bergerak ke arah Afrika.
“Jadi mengapa di wilayah Sumatera sendiri memang meskipun panas, tapi masih terjadi hujan, dan itu masih disebabkan dua bibit badai (fortex) yang berada di sebelah barat Sumatera,” tutup Andi.