Malanesianews – Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menyatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan lokal berpotensi memicu revisi sejumlah undang-undang, termasuk UU tentang Pemerintahan Daerah dan UU Otonomi Khusus Papua.
Menurut Dede, kedua undang-undang tersebut telah mengatur masa jabatan anggota DPRD selama lima tahun. Namun, dengan putusan MK yang memisahkan jadwal pemilu lokal dan nasional, pelaksanaan pemilu DPRD akan berlangsung dua tahun setelah pemilu nasional. Kondisi ini menimbulkan ketidaksesuaian dengan aturan yang ada.
“Itu sudah diatur dalam undang-undang. Tidak mungkin kita menambah masa jabatan dua tahun tanpa merevisi undang-undangnya terlebih dahulu,” ujar Dede di kompleks parlemen, Jakarta.
Ia menambahkan, Komisi II DPR RI akan menyampaikan berbagai opsi solusi dalam rapat konsultasi bersama pimpinan DPR RI. Selanjutnya, Komisi II juga akan membuka ruang untuk menerima masukan dari berbagai pihak terkait.
“Kemarin sudah ada rapat konsultasi antara pimpinan DPR, Komisi II, Komisi III, dan Baleg. Diskusi ini sudah berjalan, tentu kita harus memberikan kajian yang komprehensif,” lanjutnya.
Di sisi lain, Dede menyebutkan bahwa pihaknya masih menunggu sikap resmi fraksi-fraksi partai politik di DPR terhadap putusan MK tersebut. Ia menyatakan belum bisa menentukan apakah akan mendukung atau menolak keputusan tersebut.
“Kita harus siap dengan berbagai kemungkinan. Kalau memang opsi pemisahan ini harus dijalankan, maka kita perlu menyiapkan langkah-langkah strategisnya secara menyeluruh,” tegasnya.
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi sebelumnya mengabulkan sebagian permohonan dalam Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, yang memerintahkan agar penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dilakukan secara terpisah, dengan jeda waktu minimal dua tahun dan maksimal dua tahun enam bulan.
Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sementara itu, pemilu lokal meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Ketua MK Suhartoyo menyampaikan putusan tersebut dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6).