Jakarta, Malanesianews, – Ketegangan geopolitik di Timur Tengah mendorong lonjakan harga energi global, dengan batu bara termal muncul sebagai pilihan utama di tengah naiknya harga gas alam cair (LNG). Harga batu bara ditutup pada US$112,95 per ton pada Senin (23/6/2025), mencatat kenaikan beruntun selama sembilan hari—terpanjang sejak awal Mei.
Kenaikan harga ini dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran atas pasokan LNG global akibat potensi konflik di Selat Hormuz, jalur vital pengiriman LNG Qatar. Meski belum ada gangguan langsung, ancaman Iran untuk menutup jalur tersebut mendorong harga LNG di Asia Utara naik hingga $14 per MMBtu.
Kondisi ini membuat batu bara lebih menarik secara ekonomi, terutama bagi Jepang dan Korea Selatan. Harga batu bara termal Newcastle Australia mencapai $109,41 per ton, atau sekitar $12,18 per MMBtu—lebih murah 13% dari LNG spot. Impor batu bara Jepang pun meningkat, dengan prediksi mencapai 7,23 juta ton pada Juli 2025.
Di sisi lain, produsen batu bara Rusia mengambil keuntungan dari penurunan ekspor Indonesia ke China. Sepanjang Januari–April 2025, ekspor Rusia ke China naik 2%, sementara pengiriman dari Indonesia turun 10%. Batu bara Rusia dengan kalori tinggi lebih diminati China, seiring kebijakan pengetatan standar lingkungan dan pengurangan penggunaan batu bara kualitas rendah.
Analis menilai Rusia berpotensi menggantikan 10–15% pangsa pasar Indonesia di China, terutama melalui perusahaan yang memiliki infrastruktur logistik kuat.
Ketidakpastian geopolitik global kini tak hanya memengaruhi harga energi, tetapi juga mengubah peta persaingan ekspor komoditas strategis seperti batu bara.