Baharudin Farawowan : Pembakaran Mahkota Cenderawasih Oleh BKSDA Papua Mematikan Nilai Budaya dan Melanggar Undang – Undang

0
47

Jayapura, Malanesianews – Pemusnahan mahkota cenderawasih opset dan mahkota burung cenderawasih yang dilakukan pada Senin (20/10/2025) oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua menuai kontroversi.

Kepala BBKSDA Papua, Johny Santoso Silaban, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Papua atas tindakan tersebut pada Rabu (22/10/2025). Menurut Johny, pemusnahan dilakukan sesuai Permen LHK Nomor P.26/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2017 tentang Penanganan Barang Bukti Tindak Pidana Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yang mengatur bahwa barang bukti tertentu harus dimusnahkan.

Menanggapi hal ini, praktisi hukum sekaligus advokat Baharudin Farawowan mengatakan bahwa pembakaran mahkota cenderawasih oleh BBKSDA Papua melanggar undang-undang. Ia menilai Peraturan Menteri tersebut sebaiknya direvisi agar sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku, karena tindakan tersebut tidak benar dan justru membakar simbol identitas budaya suatu daerah.

UU No. 32 Tahun 2024 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan sanksi tegas terhadap perburuan, penangkapan, atau perdagangan satwa yang dilindungi, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Maka tidak perlu dibakar, tetapi dikembalikan saja kepada pemerintah sebagai simbol budaya yang dilindungi negara,” ujar Farawowan.

CEO & Founder Rumah Suara Torang (RST) ini juga menilai bahwa apa yang dilakukan BBKSDA Papua justru turut melanggar Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta, yang terpenting, melanggar UUD 1945, di mana identitas budaya dan hak masyarakat tradisional harus dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.

Ia pun menegaskan bahwa perlindungan burung cenderawasih diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. UU ini melarang perburuan, penangkapan, pemeliharaan, dan perdagangan burung cenderawasih tanpa izin.

“Dalam Pasal 32 UUD 1945, negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya. Maka apa yang dilakukan BBKSDA Papua adalah mematikan nilai-nilai budaya Papua,” ujar Farawowan.

Aksesori burung cenderawasih dapat berupa hiasan kepala (mahkota), sayap, liontin, atau kalung yang terinspirasi dari burung cenderawasih. Aksesori tersebut sering digunakan dalam tarian tradisional maupun sebagai hiasan fesyen. Sejak tahun 2017, penggunaan aksesori asli dari burung cenderawasih dilarang di Papua, kecuali untuk acara adat yang sakral. (MCS)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini