Jakarta, Malanesianews , – Kondisi korupsi di Indonesia saat ini berada dalam sorotan tajam menyusul terungkapnya kasus-kasus megakorupsi dengan kerugian negara yang mencapai skala fantastis. Kasus terbaru dan paling menggemparkan adalah dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022. Kasus ini, yang melibatkan sejumlah nama besar dari kalangan pengusaha dan mantan pejabat, diperkirakan menimbulkan kerugian negara mencapai Rp300 triliun lebih (termasuk kerugian lingkungan).
Besaran kerugian akibat kasus tunggal ini secara statistik sangat dominan. Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), kasus korupsi timah tersebut menyumbang kerugian senilai sekitar Rp271 triliun, atau kurang lebih 96,8% dari total keseluruhan potensi kerugian keuangan negara akibat 364 kasus korupsi yang terungkap sepanjang tahun 2024. Persentase yang masif ini tidak hanya menunjukkan besarnya kejahatan, tetapi juga menandakan bahwa satu kasus besar mampu mendistorsi seluruh upaya penindakan korupsi.
Sementara itu, dalam konteks global, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2024 (yang dirilis awal 2025) menunjukkan peningkatan kecil. Skor IPK Indonesia berada di angka 37, naik 3 poin dari tahun sebelumnya. Meskipun ada kenaikan, skor tersebut masih menempatkan Indonesia pada peringkat ke-99 dari 180 negara yang disurvei. Kenaikan poin ini dianggap sebagian pihak sebagai perbaikan parsial, namun belum mampu menembus ambang batas 50 yang dianggap sebagai indikasi negara yang relatif bersih.
Lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus berupaya memperkuat penindakan, termasuk melalui penggunaan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk memaksimalkan pemulihan aset. Dengan munculnya kasus-kasus ‘kelas kakap’ yang melibatkan kerugian triliunan Rupiah, fokus pemerintah kini dituntut tidak hanya pada kuantitas penangkapan (OTT), tetapi pada kualitas penuntutan yang mengarah pada pemulihan aset negara secara signifikan. Sinergi pencegahan, seperti penguatan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), harus ditingkatkan untuk mencegah terulang kembali kerugian negara dengan persentase yang sangat merusak seperti kasus timah.







