Jakarta, Malanesianews, – Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang jatuh setiap tanggal 10 Desember kembali menjadi momen refleksi global. Tanggal bersejarah ini dipilih untuk menandai disahkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Paris pada 10 Desember 1948. Lahir dari trauma Perang Dunia II, DUHAM menjadi tonggak moral dan hukum internasional yang menegaskan bahwa setiap individu, tanpa memandang ras, agama, atau status sosial, berhak atas martabat, keadilan, dan kebebasan mendasar. Peringatan tahunan ini, yang ke-77 pada 2025, terus merawat ingatan kolektif akan prinsip universal kesetaraan manusia.
Tahun 2025, PBB mengusung tema penting, yaitu “Human Rights, Our Everyday Essentials” atau “Hak Asasi Manusia, Kebutuhan Esensial Kita Sehari-hari”. Tema ini secara tegas menyoroti keterkaitan antara hak asasi manusia dengan kebutuhan pokok yang sering diabaikan, terutama hak atas lingkungan hidup yang layak dan sehat. Krisis iklim dan kerusakan lingkungan kini dipandang sebagai ancaman serius bagi hak untuk hidup, makanan, dan kesehatan, yang diperkirakan akan menyebabkan ratusan ribu kematian per tahun. Fokus ini mendorong negara-negara untuk mengakui dan melindungi hak atas udara bersih, air, dan ekosistem yang berkelanjutan sebagai bagian integral dari hak asasi manusia.
Di Indonesia, peringatan Hari HAM Sedunia 2025 diwarnai oleh tantangan domestik yang beragam. Meskipun pemerintah berupaya menginstitusionalisasi nilai-nilai HAM ke dalam birokrasi, sorotan publik tetap tertuju pada isu-isu klasik seperti penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang belum tuntas, serta perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat. Gelombang protes yang terjadi sepanjang tahun juga menunjukkan adanya sumbatan komunikasi antara negara dan warga, menuntut jaminan atas kebebasan akademik, perlindungan data pribadi, dan reformasi institusi penegak hukum yang lebih transparan dan akuntabel.
Secara global maupun domestik, Hari HAM Sedunia 2025 berfungsi sebagai panggilan tegas untuk bertindak. Peringatan ini bukan sekadar ritual kalender, melainkan panggung bagi para aktivis, pemerintah, dan masyarakat sipil untuk meninjau kembali komitmen terhadap martabat manusia. Dengan fokus pada hak lingkungan sebagai kebutuhan esensial, momentum ini menuntut implementasi nyata dari janji-janji universal, menolak impunitas, dan mendorong semua pihak untuk bersatu demi menciptakan tatanan masyarakat yang lebih adil, toleran, dan berkelanjutan bagi generasi kini dan mendatang.







