Jakarta, Malanesianews, – Dunia sedang mengalami gelombang panas laut (marine heatwave) berskala terbesar sepanjang sejarah pencatatan iklim, yang telah menyebabkan pemutihan karang global (global coral bleaching) di lebih dari 84% wilayah terumbu karang di seluruh dunia. Data dari NOAA dan WMO mencatat kenaikan suhu permukaan laut hingga 2–3°C di atas normal, berlangsung terus menerus sejak pertengahan 2023.
Dampak di Indonesia
Indonesia—yang menjadi bagian dari segitiga terumbu karang dunia (Coral Triangle)—terkena dampak signifikan:
-
Di Wakatobi, Kepulauan Seribu, dan Taman Laut Bunaken, lebih dari 70–90% karang mengalami pemutihan.
-
Nelayan lokal mengalami penurunan hasil tangkapan karena ikan menjauh dari kawasan pemutih.
-
Industri wisata bahari terpukul. Kunjungan turis ke spot snorkeling dan diving turun hingga 60% sejak awal 2024.
Apa itu Pemutihan Karang?
Pemutihan terjadi saat karang stres akibat suhu terlalu panas, menyebabkan alga simbiotik (zooxanthellae) yang memberi warna dan nutrisi pada karang keluar dari jaringan. Tanpa alga, karang berubah putih dan kelaparan. Jika pemanasan berlangsung lama, karang akan mati.
“Ini adalah pemutihan karang global keempat yang pernah terjadi, dan yang paling luas. Bumi sedang memberi sinyal darurat,” — Dr. Derek Manzello, Koordinator Coral Reef Watch, NOAA.
Bukti Krisis Iklim
Fenomena ini memperkuat laporan IPCC dan WMO bahwa krisis iklim kini tak lagi mengancam, tetapi sedang terjadi. Kenaikan suhu laut didorong oleh:
-
Emisi karbon global yang terus meningkat,
-
El Niño ekstrem 2023–2024,
-
Penurunan kapasitas laut dalam menyerap panas (akibat pencairan es dan stratifikasi laut).
Tanggapan dan Harapan
Pemerintah Indonesia telah mengaktifkan program “Coral Recovery 2030”, termasuk:
-
Restorasi karang buatan menggunakan substrat beton ramah lingkungan di 12 lokasi kritis,
-
Penutupan sementara spot wisata untuk pemulihan alami,
-
Kampanye publik #SelamatkanKarang yang mendorong pelancong dan nelayan lebih bertanggung jawab.
Namun, lembaga lingkungan menilai respons ini belum cukup:
“Tanpa pengurangan drastis emisi karbon dan perlindungan laut yang lebih luas, seluruh terumbu di Indonesia bisa hilang pada 2040.” — Greenpeace Indonesia