Jayapura, Malanesianews, – Penunjukan Penjabat (Pj) kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun walikota, dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, terutama Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Proses ini melibatkan beberapa tahapan dan pihak, termasuk pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan bahkan DPRP namun tidak demikian untuk Provinsi Papua,public di buat tercengang dengan beredarnya informasi di medsos bahwa pada Senin (7/7/2025) di Jakarta Mendagri telah melantik Agus Fatoni menggantikan posisi Mayjen TNI (Purn) Ramses Aburaksa Limbong yang sebelumnya menjabat sebagai Pj Gubernur Papua .
Agus Fatoni sebelumnya pernah ditugasi sebagai Pj Gubernur di Sulawesi Utara, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. Dengan rekam jejak tersebut, ia mencatat sejarah sebagai pejabat pertama yang menjabat Pj Gubernur di empat provinsi strategis.
Pergantian Penjabat (Pj) Gubernur Papua yang kurang transparan dapat dikaitkan dengan politik PSU Pilgub Papua, Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi politisasi dan penyalahgunaan wewenang. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2023 tidak mengatur secara jelas terkait metode evaluasi kinerja dan proses pemilihan yang transparan dan partisipatif. Selain itu dari sisi mekanisme timbul proses pemilihan yang tidak demokratis, minim partisipasi publik, kurangnya transparansi dan tidak akuntabel akibat substansi regulasi.
Menteri Dalam Negeri melakukan proses mutasi secara tidak transparan dan akuntabel. Indikator yang tidak transparan dalam penilaian terhadap Pj Gubernur Papua menghadirkan kesan bahwa ada misi Khusus jelang PSU Pilgub Papua, hal ini di sebabkan Proses penunjukkan Pj.Gubernur Papua Agus Fatoni tidak melibatkan masukan publik Papua, bahkan suara DPR Papua juga sepi atas proses pergantian ini. Proses kontrol Rakyat melalui DPR Papua lemah .Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) sebagai representasi masyarakat Papua tidak dapat menunaikan tugas mereka secara sempurna.
Kebijakan pusat menyerahkan Mandat kepada Pj. Gubernur Papua tidak diikuti dengan adanya penguatan kepemimpinan lokal secara independen. Realitanya, mereka justru datang ke Papua bergerak atas kendali pusat selaku pemberi tugas. Pemerintah Pusat dan Pj.Gubernur justru dapat di nilai turut andil atas kekacauan Pemerintahan Daerah , seperti halnya terjadinya PSU Pilgub Papua akibat kurangnya Pj.Gubenur Papua memberi penguatan Demokrasi bersama TNI/Polri,DPRP dan MRP agar Pemilu berjalan benar-benar secara jujur dan adil tanpa Intervensi Pihak manapun.
Menurut Catatan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Tahun 2023 menunjukkan bahwa Pj kepala daerah kurang optimal dalam hal penegakkan netralitas ASN. Pj kepala daerah cenderung bekerja melayani arahan pusat dibandingkan menghasilkan kebijakan yang relevan dengan persoalan riil di daerah.
Masuknya Agus Fatoni sebagai (Pj) Gubernur Papua dianggap berbau politis untuk memenangkan kandidat tertentu memang menjadi perhatian. Untuk menepis anggapan ini maka Agus Fatoni harus menunjukan sikap netral dan profesional dalam setiap kebijakannya. Beliau harus belajar dari pengalaman pendahulunya jangan sampai kemudian dari tangannya akan terjadi PSU Pilgub Papua Jilid II.
Jayapura, 25 Juli 2025
Penulis
Baharudin Farawowan