Jakarta, Malanesianews, – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mempercepat pengembangan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) di wilayah Indonesia Timur. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pembangkit diesel yang tarif listriknya jauh lebih mahal dan membebani subsidi negara.
Direktur Jenderal EBTKE Eniya Listiani Dewi mengungkapkan, di Flores tarif listrik dari pembangkit diesel bisa mencapai 45 sen dolar AS per kWh, jauh lebih tinggi dibanding listrik dari sumber EBT seperti panas bumi, tenaga air, maupun surya yang berkisar 5–9 sen dolar AS per kWh. Kondisi ini membuat penggunaan EBT dinilai lebih terjangkau dan realistis untuk diterapkan di daerah tersebut.
Pemerintah menargetkan pemanfaatan EBT dapat perlahan menggantikan pembangkit diesel, sehingga subsidi listrik dapat ditekan. Jika pembangkit diesel di wilayah timur diganti dengan PLTS misalnya, biaya produksi listrik bisa lebih hemat hingga 10 kali lipat, sekaligus meringankan beban anggaran negara.
Sejalan dengan itu, pemerintah juga menargetkan kapasitas terpasang PLTS mencapai 100 gigawatt. Saat ini terdapat 21 pabrik perakitan panel surya yang sudah beroperasi, ditambah empat pabrik lain yang dalam tahap pembangunan. Upaya ini menjadi bagian dari strategi besar mencapai target bauran energi nasional sebesar 23 persen dari EBT pada tahun 2025.