Kesenjangan Digital Kian Lebar: Birokrasi Elektronik Sulit Menjangkau Timur Indonesia

0
13

Jakarta, Malanesianews, – Birokrasi digital merupakan pilar utama reformasi pemerintahan yang bertujuan mengubah proses kerja manual menjadi berbasis elektronik dan terintegrasi, demi menciptakan layanan publik yang lebih efisien, transparan, dan responsif. Konsep ini diwujudkan melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), yang mengharuskan seluruh instansi pemerintah—pusat hingga daerah—menggunakan teknologi digital dalam operasional dan pelayanannya. Meskipun visi ini menjadi agenda nasional, penerapannya di kawasan Indonesia Timur, seperti Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara, menghadapi tantangan yang unik dan jauh lebih besar.

Tantangan pertama yang spesifik di Indonesia Timur adalah ketidakmerataan infrastruktur digital yang ekstrem. Di wilayah kepulauan dan pegunungan, konektivitas internet masih sangat minim, dan seringkali tidak stabil, menghambat implementasi sistem digital secara menyeluruh. Kesenjangan ini menciptakan apa yang disebut “kesenjangan digital” yang parah, di mana kantor-kantor pemerintahan di pedalaman kesulitan mengakses atau memperbarui data secara real-time. Kondisi ini membuat upaya digitalisasi menjadi sia-sia karena tidak mampu menjangkau warga negara di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), yang justru paling membutuhkan akses layanan publik yang cepat.

Selain infrastruktur, ketersediaan dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) ASN menjadi penghalang krusial. Minimnya paparan teknologi dan infrastruktur pendidikan yang terbatas memengaruhi tingkat literasi digital di kalangan ASN daerah. Banyak program pelatihan yang diselenggarakan pemerintah pusat tidak berjalan efektif karena perbedaan konteks dan kesulitan ASN untuk mempertahankan kompetensi IT tanpa adanya ekosistem pendukung yang memadai di daerah. Akibatnya, banyak aplikasi canggih yang dibangun gagal dioperasikan secara maksimal, memperlambat perubahan pola pikir dari administrasi tradisional ke pemerintahan berbasis data.

Untuk mengatasi tantangan-tantangan struktural di Indonesia Timur, diperlukan pendekatan kebijakan yang adaptif dan inklusif. Pemerintah pusat harus mempercepat pembangunan backbone internet dan memastikan penyediaan solusi teknologi yang efisien dalam kondisi low-bandwidth. Desain sistem birokrasi digital tidak boleh sama dengan di Jawa, melainkan harus disederhanakan dan disesuaikan dengan kebutuhan serta literasi lokal. Dengan fokus pada investasi infrastruktur fisik dan peningkatan kapasitas SDM yang berkelanjutan, transformasi birokrasi digital dapat benar-benar menjadi alat pemerataan kesejahteraan di seluruh wilayah Indonesia.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini