Minimnya Akses Mutu di Indonesia Timur Hambat Hilirisasi Produk Unggulan Daerah

0
34

Jakarta, Malanesianews, – Ketimpangan Infrastruktur Mutu Nasional (IMN) antarwilayah di Indonesia masih menjadi hambatan serius dalam mencapai transformasi ekonomi yang diamanatkan dalam visi Indonesia Emas 2045. Data dari Badan Standardisasi Nasional (BSN) menyoroti disparitas yang signifikan, di mana 64,4 persen atau 1.704 dari 2.687 lembaga penilaian kesesuaian (LPK) yang terakreditasi terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sementara itu, wilayah Indonesia Timur hanya memiliki sekitar lima persen dari total LPK terakreditasi, atau 233 lembaga. Disparitas ini semakin terlihat pada layanan sertifikasi produk, di mana wilayah timur hanya memiliki delapan dari 140 lembaga sertifikasi nasional.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BSN, Y Kristianto Widiwardono, menegaskan bahwa ketidakseimbangan ini berdampak langsung pada kemampuan daerah untuk memenuhi persyaratan mutu dan menghambat upaya hilirisasi produk unggulan. Keterbatasan akses terhadap layanan pengujian, sertifikasi, dan metrologi memaksa pelaku usaha di luar pusat pertumbuhan ekonomi harus mengorbankan waktu, biaya, dan upaya yang lebih besar. Padahal, layanan mutu ini adalah prasyarat penting untuk meningkatkan efisiensi dan keandalan produk mereka, sekaligus menjadi kunci masuk ke rantai pasok global. Oleh karena itu, Kristianto menekankan bahwa pemerataan IMN mutlak diperlukan agar transformasi ekonomi dapat dinikmati oleh seluruh wilayah, tidak hanya terpusat di Jawa dan kota-kota besar.

Pentingnya pemerataan IMN ini diangkat Kristianto saat kegiatan Bulan Mutu Nasional (BMN) 2025 yang diselenggarakan di Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi RI, Jakarta, Rabu (26/11/2025). Menurut BSN, peningkatan pemerataan IMN merupakan syarat krusial bagi percepatan perubahan struktur ekonomi dari berbasis komoditas menuju industri bernilai tambah tinggi, sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. IMN sendiri mencakup tiga pilar penting: standardisasi, akreditasi, dan metrologi. Kris menyatakan bahwa melalui IMN yang kredibel dan inklusif, daya saing nasional akan diperkuat untuk menyongsong Indonesia Emas 2045.

Untuk mengatasi masalah ketimpangan, BSN terus aktif menjalankan fungsi fasilitasi, pembinaan, dan harmonisasi kebijakan IMN, bekerja sama dengan kementerian, pemerintah daerah, lembaga penilaian kesesuaian, dunia usaha, dan perguruan tinggi. Hingga saat ini, BSN telah memfasilitasi pengembangan 116 LPK dan mendampingi 2.109.202 produk Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui program SNI Bina UMK. Selain itu, BSN telah menerbitkan 4.016 Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI hingga Oktober 2025. Upaya perluasan jangkauan layanan ini diharapkan menjadi fondasi yang kuat agar pelaku usaha di daerah, termasuk daerah tertinggal, dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar nasional maupun global.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini