Jakarta, Malanesianews, – Wacana energi bersih kembali menguat setelah Presiden Prabowo Subianto menandatangani tiga regulasi strategis: Perpres Nomor 109 Tahun 2025 tentang Pengelolaan Sampah menjadi Energi Terbarukan, Perpres Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon, dan PP Nomor 40 Tahun 2025 tentang Kebijakan Energi Nasional. Ketiganya disebut menjadi tonggak baru kebijakan energi dan iklim nasional yang menandai era baru dalam politik energi Indonesia.
Perpres 109 dinilai progresif karena mengubah beban sampah kota menjadi sumber energi listrik bersih lewat teknologi waste-to-energy. Namun, sebagian pihak menilai kebijakan ini berisiko menyingkirkan praktik daur ulang yang lebih berkelanjutan. Sementara itu, Perpres 110 tentang nilai ekonomi karbon membuka peluang bagi pasar karbon domestik, tetapi menuai kekhawatiran terkait transparansi dan akuntabilitas sistem pemantauan emisi.
Adapun PP 40 Tahun 2025 menjadi payung arah kebijakan energi nasional hingga 2045. Regulasi ini berupaya menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan target dekarbonisasi, meski porsi energi fosil dinilai masih dominan. Tantangan besar muncul dalam memastikan transisi energi berjalan adil, tidak hanya menguntungkan korporasi besar tetapi juga masyarakat luas.
Para pengamat menilai, demokratisasi energi harus diwujudkan melalui partisipasi masyarakat, terutama di desa. Dengan lebih dari 7.400 desa berpotensi energi lokal, pemberdayaan masyarakat menjadi kunci kemandirian dan keadilan energi. Tiga regulasi baru ini diharapkan tidak hanya mempercepat transisi hijau, tetapi juga menyalakan cahaya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.







